Kalau kata orang, yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Tapi entah kata-kata itu benar tidak, walau sudah banyak berusaha kadang tanpa keberuntungan mengubah hidup masih terasa syulid lupakan Reyhan. Loh kok jadi nyanyi. Jadi gini, yang sehat dan berusaha aja susah apalagi yang nggak kan? Salah satu contohnya penderita kusta yang mungkin tidak punya kesempatan yang sama dengan orang lain.
Dan ini memang sudah menjadi rahasia umum kehidupan. Namun, bukankah semua punya hak yang sama untuk melanjutkan hidup dengan baik dan layak tentunya?
Kadang adanya diskriminasi terhadap penderita kusta atau disebut OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta) dalam banyak kesempatan, membuat kesempatan untuk memperoleh pekerjaan dan berpenghasilan sangat berkurang. Jadi banyak penderita yang tidak bisa mandiri dan hidup kekurangan. Indonesia ternyata menjadi penyumbang kasus kusta terbesar nomer 3 di dunia. Walau perlahan-lahan perihal kusta ini mulai banyak yang paham, namun bukan berarti kesempatan memiliki penghasilan lebih besar. Mengingat kesembuhan yang membutuhkan waktu yang lumayan lama. Jadi tetap OYPMK masih terbatas ruang geraknya selama ini.
Talkshow Ruang Publik KBR : Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah?
Sebenarnya walau punya pandangan yang sama, saya baru tahu hal ini saat ikut Talkshow Ruang Publik KBR pada tanggal 28 September 2022 yang didukung oleh NLR Indonesia. Di mana baik penderita kusta dan disabilitas ternyata masih sulit untuk memiliki pekerjaan yang layak. Sehingga tidak heran kalau mereka kekurangan dan sangat identik dengan kemiskinan. Kali ini Debora Tanya sebagai moderator talkshow ini.
Baca Juga : Kolaborasi Pentahelix Kusta
Mbak Dwi Rahayuningsih, Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas mengatakan bahwa tingkat kemiskinan OYPMK dan disabilitas berada di angka 15,26 persen dari persentase angka kemiskinan di Indonesia. Apalagi stigma kalau kurangnya efisiensi kerja pada mereka masih sangat besar dan kurang menguntungkan bagi masyarakat.
Senada dengan Mbak Dwi, Bapak Sunarman Sukamto, Amd, Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staf Presiden (KSP) juga mengatakan kalau sebenarnya pemerintah ini sudah melakukan banyak hal agar stigma negatif ini hilang. Mulai dari program kesehatan gratis kemenkes hingga edukasi ke beberapa perusahaan agar diberikan kesempatan bekerja bagi OYPMK dan disabilitas. Namun pasti hal itu tidak mudah.
Yang Bisa Saya Lakukan
Masih banyak yang takut tertular karena bekerja bersama OYPMK dan banyak juga yang masih merasa terganggu dengan hadirnya disabilitas dalam lingkungan kerja. Padahal hal ini tidak benar! Karena bila dipekerjakan di posisi yang tepat, pasti akan bisa membantu mereka.
Baca Juga : Hidup Sehat Bersama Pasien Kusta
Kemenaker sendiri sudah ada program untuk menciptakan peluang baru bagi para OYPMK dan disabilitas. Seperti kewajiban memberikan kuota minimal 2 % di perusahaan pemerintah dan 1 % di perusahaan swasta. Kalau didukung seperti ini pasti OYPMK dan disabilitas tetap berkarya juga akan mandiri secara finansial.
Ya kalau dipikir-pikir memang bukan hal mudah kalau sinergi antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat masih kurang. Dan tentunya masih butuh waktu agar semua pencapaian ini terwujud. Saya sebagai masyarakat biasanya hanya bisa ikut mendukung program dari pemerintah dan tidak mendiskriminasi OYPMK dan disabilitas. Di luar ketidakmampuan, mereka tetap memiliki hak hidup layak yang sama dengan saya, kamu dan kita. Betul?
Posting Komentar
Posting Komentar